
- Sistem Pemerintahan Parlementer
- Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer
-
Ciri yang BUKAN Merupakan Sistem Pemerintahan Parlementer
- Kekuasaan Eksekutif yang Sepenuhnya Terpisah dari Legislatif
- Kepala Negara yang Memiliki Kekuasaan Eksekutif yang Dominan
- Pemilihan Langsung Kepala Pemerintahan oleh Rakyat
- Contoh Situasi Politik yang Menunjukkan Ketidakhadiran Ciri-Ciri Parlementer
- Contoh Kasus Hipotetis: Kekuasaan Veto Presiden yang Sangat Kuat
- Ilustrasi Deskriptif: Sistem Semi-Presidensial yang Disalahartikan, Berikut merupakan ciri ciri sistem pemerintahan parlementer kecuali
- Implikasi dari Ketidakhadiran Ciri-ciri Parlementer
- Contoh Kasus Negara dengan Sistem Pemerintahan Mirip Parlementer Namun dengan Perbedaan Kunci
- Kesimpulan: Berikut Merupakan Ciri Ciri Sistem Pemerintahan Parlementer Kecuali
Berikut merupakan ciri ciri sistem pemerintahan parlementer kecuali beberapa hal yang seringkali disalahpahami. Sistem pemerintahan parlementer, dengan prinsip utama pertanggungjawaban eksekutif kepada legislatif, memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari sistem presidensial. Pemahaman yang tepat tentang ciri-ciri ini penting untuk menganalisis dinamika politik suatu negara dan memahami bagaimana pemerintahannya berjalan. Mari kita telusuri lebih dalam apa saja ciri-ciri tersebut dan apa yang bukan termasuk di dalamnya.
Sistem ini menonjolkan hubungan erat antara eksekutif dan legislatif, di mana kepala pemerintahan (biasanya Perdana Menteri) dipilih dari dan bertanggung jawab kepada parlemen. Parlemen memiliki kekuasaan yang signifikan dalam membentuk kebijakan dan mengawasi jalannya pemerintahan. Namun, terdapat beberapa hal yang seringkali keliru dianggap sebagai ciri khas sistem parlementer, padahal sebenarnya tidak demikian. Memahami perbedaan ini krusial untuk menghindari kesalahpahaman dalam menganalisis sistem pemerintahan suatu negara.
Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer merupakan suatu sistem di mana kekuasaan eksekutif (pemerintah) bertanggung jawab kepada legislatif (parlemen). Hubungan antara eksekutif dan legislatif sangat erat dan saling bergantung. Sistem ini berbeda dengan sistem presidensial di mana eksekutif dan legislatif dipilih secara terpisah dan relatif independen satu sama lain.
Prinsip-Prinsip Dasar Sistem Pemerintahan Parlementer
Beberapa prinsip dasar yang menopang sistem pemerintahan parlementer meliputi supremasi parlemen, tanggung jawab kabinet kepada parlemen, dan kepala negara yang bersifat seremonial (pada sistem monarki parlementer).
- Supremasi Parlemen: Parlemen memegang kekuasaan tertinggi dalam pembuatan undang-undang dan pengawasan pemerintahan.
- Tanggung Jawab Kabinet: Kabinet (pemerintah) bertanggung jawab dan harus mendapatkan kepercayaan dari parlemen. Kehilangan kepercayaan parlemen dapat mengakibatkan jatuhnya kabinet.
- Kepala Negara Seremonial: Pada sistem monarki parlementer, kepala negara (raja/ratu) umumnya memiliki peran seremonial dan tidak memiliki kekuasaan politik yang signifikan. Kekuasaan pemerintahan berada di tangan kepala pemerintahan (perdana menteri).
Contoh Negara yang Menganut Sistem Pemerintahan Parlementer
Banyak negara di dunia mengadopsi sistem pemerintahan parlementer, baik sistem monarki maupun republik. Berikut beberapa contohnya:
- Inggris Raya: Sistem monarki parlementer dengan Raja/Ratu sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan.
- Kanada: Sistem monarki parlementer dengan Raja/Ratu sebagai kepala negara (diwakili oleh Gubernur Jenderal) dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan.
- India: Sistem republik parlementer dengan Presiden sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan.
- Australia: Sistem monarki parlementer dengan Raja/Ratu sebagai kepala negara (diwakili oleh Gubernur Jenderal) dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan.
Perbandingan Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial
Sistem pemerintahan parlementer dan presidensial memiliki perbedaan mendasar dalam pembagian dan pemisahan kekuasaan. Perbedaan tersebut berpengaruh signifikan terhadap stabilitas politik dan efisiensi pemerintahan.
Aspek | Parlementer | Presidensial |
---|---|---|
Pemilihan Kepala Pemerintahan | Dipilih oleh parlemen (biasanya dari partai mayoritas) | Dipilih langsung oleh rakyat |
Tanggung Jawab Eksekutif | Bertanggung jawab kepada parlemen | Bertanggung jawab kepada rakyat |
Hubungan Eksekutif-Legislatif | Erat dan saling bergantung | Relatif independen |
Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer merupakan salah satu sistem pemerintahan yang umum diadopsi oleh banyak negara di dunia. Sistem ini dicirikan oleh hubungan yang erat dan saling bertanggung jawab antara lembaga eksekutif dan legislatif. Pemahaman yang komprehensif tentang ciri-ciri sistem ini penting untuk menganalisis bagaimana negara tersebut menjalankan pemerintahan dan bagaimana kebijakan publik dibentuk.
Pemilihan Kepala Pemerintahan
Dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan, yang biasanya disebut Perdana Menteri atau Kanselir, tidak dipilih secara langsung oleh rakyat. Perdana Menteri dipilih dari anggota parlemen yang memiliki dukungan mayoritas di parlemen. Prosesnya seringkali melibatkan negosiasi koalisi antar partai politik setelah pemilu. Partai atau koalisi partai yang berhasil meraih mayoritas kursi di parlemen biasanya akan menunjuk pemimpinnya sebagai calon Perdana Menteri, yang kemudian akan diajukan kepada kepala negara (misalnya, Raja atau Presiden) untuk pengesahan.
Peran Parlemen
Parlemen memegang peranan sentral dalam sistem pemerintahan parlementer. Sebagai lembaga legislatif tertinggi, parlemen memiliki wewenang untuk membuat undang-undang, mengawasi kinerja pemerintah, dan menyetujui anggaran negara. Parlemen juga berperan sebagai forum debat dan pengambilan keputusan politik yang melibatkan berbagai aspirasi dan kepentingan masyarakat.
- Membuat dan merevisi undang-undang.
- Mengesahkan anggaran negara.
- Mengawasi kinerja pemerintah melalui pertanyaan, interpelasi, dan hak angket.
- Menyatakan tidak percaya kepada pemerintah.
Hubungan Eksekutif dan Legislatif
Hubungan antara eksekutif (pemerintah) dan legislatif (parlemen) dalam sistem parlementer sangat erat dan saling bergantung. Eksekutif bertanggung jawab kepada parlemen dan harus mendapatkan dukungan parlemen untuk menjalankan kebijakannya. Sebaliknya, parlemen memiliki wewenang untuk mengawasi dan bahkan menjatuhkan pemerintahan jika dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya atau kehilangan kepercayaan parlemen.
Mekanisme Pertanggungjawaban Pemerintah kepada Parlemen
Sistem pertanggungjawaban pemerintah kepada parlemen merupakan kunci utama dalam sistem parlementer. Pemerintah dapat dimintai pertanggungjawaban atas kebijakan dan tindakannya melalui berbagai mekanisme, antara lain:
- Pertanyaan dan Interpelasi: Anggota parlemen dapat mengajukan pertanyaan atau interpelasi kepada menteri terkait kebijakan pemerintah.
- Mosi Tidak Percaya: Parlemen dapat mengajukan mosi tidak percaya kepada pemerintah jika dianggap gagal menjalankan tugasnya. Jika mosi tidak percaya disetujui, maka pemerintah harus mengundurkan diri.
- Hak Angket: Parlemen dapat membentuk panitia angket untuk menyelidiki suatu kebijakan atau tindakan pemerintah yang diduga menyimpang.
Lima Ciri Utama Sistem Pemerintahan Parlementer
Secara ringkas, lima ciri utama sistem pemerintahan parlementer adalah:
Ciri | Penjelasan Singkat |
---|---|
Kepala Pemerintahan dipilih dari parlemen | Perdana Menteri dipilih dari anggota parlemen yang memiliki dukungan mayoritas. |
Parlemen memegang kekuasaan legislatif tertinggi | Parlemen membuat dan merevisi undang-undang, mengesahkan anggaran, dan mengawasi pemerintah. |
Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif | Pemerintah harus mendapatkan dukungan dan kepercayaan parlemen untuk menjalankan kebijakannya. |
Mekanisme pertanggungjawaban yang jelas | Terdapat mekanisme seperti mosi tidak percaya, pertanyaan, dan interpelasi untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah. |
Sistem multipartai | Biasanya terdapat lebih dari satu partai politik yang berkompetisi dalam pemilihan umum. |
Ciri yang BUKAN Merupakan Sistem Pemerintahan Parlementer

Sistem pemerintahan parlementer memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari sistem lain, seperti sistem presidensial. Memahami ciri-ciri yang
-bukan* termasuk dalam sistem parlementer sama pentingnya dengan memahami ciri-cirinya. Hal ini membantu kita untuk lebih tepat dalam mengklasifikasikan dan menganalisis sistem pemerintahan suatu negara.
Kekuasaan Eksekutif yang Sepenuhnya Terpisah dari Legislatif
Salah satu ciri yang paling menonjol dari sistem parlementer adalah hubungan yang erat antara eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan (biasanya Perdana Menteri) dan kabinetnya bertanggung jawab kepada parlemen. Berbeda dengan sistem presidensial di mana eksekutif dan legislatif dipilih secara terpisah dan relatif independen satu sama lain, sistem parlementer menunjukkan ketergantungan eksekutif pada dukungan parlemen. Jika parlemen kehilangan kepercayaan kepada pemerintah, maka pemerintah dapat jatuh.
Sebaliknya, sistem yang memiliki pemisahan penuh antara eksekutif dan legislatif, di mana eksekutif tidak bertanggung jawab kepada parlemen, bukanlah sistem parlementer.
Kepala Negara yang Memiliki Kekuasaan Eksekutif yang Dominan
Dalam sistem parlementer, kepala negara (misalnya, Raja atau Presiden) umumnya memiliki peran seremonial atau konstitusional yang terbatas. Kekuasaan eksekutif nyata berada di tangan kepala pemerintahan (Perdana Menteri) dan kabinetnya yang bertanggung jawab kepada parlemen. Sistem di mana kepala negara memegang kekuasaan eksekutif yang dominan dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen, seperti dalam beberapa sistem monarki absolut atau sistem presidensial yang sangat kuat, jelas bukan sistem parlementer.
Pemilihan Langsung Kepala Pemerintahan oleh Rakyat
Di sistem parlementer, kepala pemerintahan (Perdana Menteri) dipilih secara tidak langsung. Ia dipilih oleh parlemen, biasanya dari partai atau koalisi yang memiliki mayoritas kursi di parlemen. Sistem di mana kepala pemerintahan dipilih langsung oleh rakyat, seperti dalam sistem presidensial, tidak mencerminkan ciri khas sistem parlementer.
Contoh Situasi Politik yang Menunjukkan Ketidakhadiran Ciri-Ciri Parlementer
Sebagai contoh, bayangkan sebuah negara dengan presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat dan memiliki kekuasaan yang sangat besar, bahkan dapat membubarkan parlemen kapan saja tanpa konsekuensi politik yang berarti. Presiden ini membentuk kabinetnya sendiri tanpa perlu persetujuan parlemen, dan parlemen hanya berfungsi sebagai badan legislatif yang terpisah dan relatif lemah. Sistem ini jelas bukan sistem parlementer karena tidak memiliki hubungan saling ketergantungan antara eksekutif dan legislatif yang merupakan ciri khas sistem parlementer.
Contoh Kasus Hipotetis: Kekuasaan Veto Presiden yang Sangat Kuat
Bayangkan sebuah negara dengan sistem pemerintahan yang tampak parlementer karena memiliki Perdana Menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen. Namun, presiden negara tersebut memiliki hak veto yang sangat kuat terhadap semua undang-undang yang disahkan parlemen. Hak veto ini hampir tidak dapat dibatalkan oleh parlemen. Meskipun ada Perdana Menteri dan kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen, kekuasaan veto presiden yang absolut ini melemahkan esensi sistem parlementer di mana parlemen seharusnya memiliki kendali signifikan atas kebijakan eksekutif.
Ilustrasi Deskriptif: Sistem Semi-Presidensial yang Disalahartikan, Berikut merupakan ciri ciri sistem pemerintahan parlementer kecuali
Beberapa sistem semi-presidensial, yang menggabungkan elemen sistem parlementer dan presidensial, dapat keliru dianggap sebagai sistem parlementer. Sistem ini memiliki presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat dan Perdana Menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen. Namun, presiden seringkali memiliki kekuasaan yang signifikan, seperti dalam hal kebijakan luar negeri atau keamanan, yang tidak sepenuhnya tunduk pada kendali parlemen. Keberadaan kekuasaan presiden yang signifikan ini membedakannya dari sistem parlementer yang murni, di mana kekuasaan eksekutif secara efektif berada di tangan Perdana Menteri dan kabinetnya yang bertanggung jawab kepada parlemen.
Implikasi dari Ketidakhadiran Ciri-ciri Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer, dengan ciri-ciri utamanya seperti pertanggungjawaban eksekutif kepada legislatif, kepala negara yang bersifat seremonial, dan dominasi parlemen dalam pengambilan keputusan, memiliki implikasi penting bagi stabilitas dan efektivitas pemerintahan. Ketidakhadiran atau pelemahan ciri-ciri ini akan berdampak signifikan pada jalannya pemerintahan dan kehidupan bernegara. Berikut akan dibahas beberapa implikasi dari ketidakhadiran ciri-ciri parlementer tersebut.
Dampak Ketidakhadiran Ciri-ciri Parlementer terhadap Stabilitas Pemerintahan
Ketidakhadiran ciri-ciri parlementer, misalnya lemahnya pertanggungjawaban eksekutif kepada legislatif, dapat mengakibatkan pemerintahan yang tidak stabil. Eksekutif yang tidak bertanggung jawab kepada parlemen cenderung bertindak sewenang-wenang, mengabaikan aspirasi rakyat yang diwakili oleh parlemen. Hal ini dapat memicu konflik antara eksekutif dan legislatif, bahkan berujung pada ketidakpastian politik dan krisis pemerintahan. Contohnya, jika parlemen tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mengawasi dan meminta pertanggungjawaban eksekutif, maka kebijakan yang tidak populer atau merugikan rakyat dapat terus berjalan tanpa ada mekanisme koreksi yang efektif.
Situasi ini akan mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah dan dapat memicu ketidakstabilan politik yang lebih luas.
Contoh Kasus Negara dengan Sistem Pemerintahan Mirip Parlementer Namun dengan Perbedaan Kunci

Sistem parlementer, dengan ciri khas kekuasaan eksekutif yang bertanggung jawab kepada legislatif, memiliki variasi penerapan di berbagai negara. Meskipun banyak negara mengadopsi kerangka dasar yang sama, perbedaan-perbedaan kunci seringkali muncul, membentuk karakteristik unik sistem pemerintahan mereka. Berikut ini akan dibahas kasus Republik Irlandia sebagai contoh negara dengan sistem pemerintahan yang memiliki kemiripan dengan sistem parlementer, tetapi dengan perbedaan kunci yang signifikan.
Perbedaan Kunci Sistem Pemerintahan Republik Irlandia dengan Sistem Parlementer Murni
Republik Irlandia memiliki sistem parlementer, namun presidennya dipilih secara langsung oleh rakyat, bukan ditunjuk oleh parlemen seperti pada sistem parlementer murni. Presiden Irlandia, meskipun memiliki peran seremonial yang signifikan, memiliki beberapa kekuasaan yang tidak lazim dalam sistem parlementer klasik. Perbedaan ini berdampak pada dinamika kekuasaan dan cara kerja pemerintahan secara keseluruhan.
Perbandingan Republik Irlandia dengan Negara dengan Sistem Parlementer Murni
Berbeda dengan negara-negara seperti Inggris Raya atau Kanada, dimana kepala negara (monarki konstitusional atau Gubernur Jenderal) berperan lebih simbolis, presiden Irlandia memiliki beberapa wewenang yang lebih substansial. Contohnya, Presiden Irlandia dapat menolak untuk menandatangani rancangan undang-undang, meskipun hak veto ini sangat terbatas dan jarang digunakan. Dalam sistem parlementer murni, kepala negara umumnya hanya menjalankan fungsi seremonial dan tidak memiliki kekuasaan politik yang signifikan.
Implikasi Perbedaan terhadap Fungsi dan Wewenang Lembaga Pemerintahan
Kekuasaan presiden Irlandia, meskipun terbatas, mempengaruhi keseimbangan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif. Keberadaan presiden yang dipilih secara langsung menambahkan lapisan pertimbangan politik yang berbeda. Partai-partai politik harus mempertimbangkan preferensi dan potensi intervensi presiden dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Hal ini berbeda dengan sistem parlementer murni dimana fokus utama terletak pada hubungan antara parlemen dan kabinet.
Pengaruh Perbedaan terhadap Hubungan Eksekutif dan Legislatif
Meskipun secara umum hubungan eksekutif dan legislatif di Irlandia mengikuti pola sistem parlementer (yaitu, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen), keberadaan presiden yang dipilih secara langsung dapat menciptakan dinamika politik yang unik. Potensi konflik atau kerja sama antara presiden dan parlemen dapat memengaruhi stabilitas pemerintahan dan proses pengambilan keputusan. Dalam sistem parlementer murni, hubungan eksekutif-legislatif lebih terpusat pada hubungan antara perdana menteri dan parlemen.
Kesimpulan: Berikut Merupakan Ciri Ciri Sistem Pemerintahan Parlementer Kecuali

Kesimpulannya, memahami ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer, termasuk apa yang BUKAN termasuk di dalamnya, sangat penting. Ketidakhadiran ciri-ciri tersebut dapat berdampak signifikan pada stabilitas dan efektifitas pemerintahan. Dengan pemahaman yang komprehensif, kita dapat lebih baik menganalisis dan membandingkan berbagai sistem pemerintahan di dunia, serta mengapresiasi kompleksitas dan nuansa dari masing-masing sistem tersebut. Mempelajari contoh-contoh kasus negara yang memiliki sistem mirip parlementer namun dengan perbedaan kunci juga membantu memperkaya pemahaman kita tentang topik ini.