- Sejarah Konflik Jalur Gaza
- Aspek Hukum Internasional Aneksasi
- Dampak Potensial Aneksasi Jalur Gaza
- Posisi Negara-Negara dan Organisasi Internasional terhadap Aneksasi Jalur Gaza
-
Alternatif Penyelesaian Konflik di Jalur Gaza
- Negosiasi Perdamaian yang Difasilitasi Internasional
- Penerapan Gencatan Senjata yang Berkelanjutan
- Pembentukan Otoritas Pemerintahan yang Inklusif di Gaza
- Peningkatan Bantuan Kemanusiaan dan Pembangunan Ekonomi
- Perbandingan Alternatif Penyelesaian Konflik
- Langkah Menuju Solusi Perdamaian yang Komprehensif
- Ulasan Penutup
Aneksasi Jalur Gaza merupakan isu kompleks yang telah memicu perdebatan sengit di kancah internasional. Sejarah konflik panjang di wilayah ini, ditandai dengan berbagai perjanjian dan pertempuran, membuat wacana aneksasi menjadi isu yang sarat dengan implikasi kemanusiaan, ekonomi, dan politik yang luas. Memahami konteks sejarah, hukum internasional, dan potensi dampaknya menjadi kunci untuk menganalisis isu sensitif ini.
Dari perspektif hukum internasional, aneksasi wilayah secara sepihak merupakan pelanggaran serius. Namun, realitas di lapangan jauh lebih rumit. Posisi negara-negara dan organisasi internasional pun beragam, mencerminkan kompleksitas masalah ini. Artikel ini akan menelusuri berbagai aspek aneksasi Jalur Gaza, menawarkan pemahaman yang komprehensif mengenai isu krusial ini.
Sejarah Konflik Jalur Gaza
Konflik di Jalur Gaza merupakan permasalahan kompleks yang akarnya tertanam dalam sejarah panjang perebutan wilayah dan perbedaan ideologi. Pemahaman sejarah ini krusial untuk memahami situasi terkini dan upaya-upaya perdamaian yang telah dan sedang dilakukan.
Konflik ini tidak dapat dipahami secara terpisah dari konteks sejarah Palestina dan hubungannya dengan Israel. Sejak tahun 1948 dan berlanjut hingga kini, berbagai peristiwa penting telah membentuk lanskap konflik yang berkelanjutan ini, melibatkan berbagai aktor kunci dengan kepentingan yang saling bertentangan.
Kronologi Utama Konflik Jalur Gaza (1948-sekarang)
Berikut adalah garis besar kronologi konflik, menandai peristiwa-peristiwa penting yang membentuk dinamika konflik hingga saat ini. Perlu diingat bahwa ini merupakan penyederhanaan dari sejarah yang sangat kompleks dan berlapis.
- 1948: Perang Arab-Israel pertama mengakibatkan pengusiran atau pelarian besar-besaran warga Palestina, termasuk dari wilayah yang kemudian menjadi Jalur Gaza. Israel menguasai wilayah tersebut.
- 1967: Perang Enam Hari. Israel menguasai seluruh wilayah Palestina, termasuk Tepi Barat dan Jalur Gaza.
- 1993: Perjanjian Oslo. Menandai awal dari proses perdamaian, namun implementasinya menghadapi berbagai tantangan dan hambatan.
- 2005: Israel menarik mundur pasukan dan pemukimnya dari Jalur Gaza. Namun, blokade darat, laut, dan udara terhadap Gaza tetap diberlakukan.
- 2006: Hamas memenangkan pemilihan umum Palestina. Hal ini memicu meningkatnya ketegangan dengan Israel.
- 2008-2009: Operasi Cast Lead. Serangan militer besar-besaran Israel di Jalur Gaza yang mengakibatkan korban jiwa sipil dalam jumlah besar.
- 2012: Operasi Pilar Pertahanan. Serangan militer Israel yang lebih singkat di Gaza, dipicu oleh peluncuran roket dari Gaza ke Israel.
- 2014: Operasi Protective Edge. Serangan militer besar-besaran Israel di Gaza, dengan korban jiwa sipil yang signifikan.
- 2021: Eskalasi kekerasan antara Israel dan Hamas di Gaza, termasuk serangan roket besar-besaran dari Gaza dan serangan udara Israel.
- Saat ini: Blokade Gaza masih berlanjut, menimbulkan krisis kemanusiaan dan ekonomi yang parah.
Aktor Kunci yang Terlibat
Konflik Jalur Gaza melibatkan berbagai aktor kunci dengan kepentingan dan agenda yang berbeda-beda, baik aktor negara maupun non-negara.
- Israel: Memiliki kendali atas perbatasan Gaza dan berperan penting dalam menentukan kebijakan terkait blokade dan serangan militer.
- Hamas: Organisasi politik dan militer yang menguasai Jalur Gaza. Perannya sangat penting dalam menentukan respon terhadap tindakan Israel.
- Otoritas Palestina: Memiliki otoritas administratif terbatas di Tepi Barat, namun perannya dalam konflik Gaza seringkali terbatas.
- Mesir: Berperan sebagai perantara dan memiliki pengaruh atas perbatasan Gaza dengan Mesir.
- Komunitas Internasional: PBB, Uni Eropa, dan negara-negara lain memainkan peran dalam memberikan bantuan kemanusiaan dan berupaya mendorong perdamaian.
Perjanjian Internasional yang Relevan
Beberapa perjanjian internasional berkaitan dengan status Jalur Gaza dan upaya perdamaian, meskipun implementasinya seringkali menghadapi tantangan.
- Perjanjian Oslo (1993): Menentukan kerangka kerja untuk negosiasi status akhir, termasuk Jalur Gaza.
- Resolusi PBB terkait Palestina: Berbagai resolusi PBB menekankan pentingnya solusi dua negara dan penghormatan terhadap hukum internasional.
Perbandingan Periode Konflik
Periode | Penyebab Utama | Aktor Utama | Dampak Utama |
---|---|---|---|
1948-1967 | Perang Arab-Israel, pendudukan Israel | Israel, negara-negara Arab | Pengungsian besar-besaran warga Palestina, pendudukan Israel atas Gaza |
1967-1993 | Pendudukan Israel, perlawanan Palestina | Israel, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) | Penguatan perlawanan Palestina, peningkatan ketegangan |
1993-2005 | Proses Oslo, pelanggaran perjanjian | Israel, PLO, Hamas | Penarikan Israel dari Gaza, peningkatan konflik internal Palestina |
2005-sekarang | Blokade Gaza, konflik internal dan eksternal | Israel, Hamas, Otoritas Palestina, Mesir, komunitas internasional | Krisis kemanusiaan, konflik berkelanjutan |
Aspek Hukum Internasional Aneksasi
Aneksasi Jalur Gaza, jika terjadi, akan menimbulkan implikasi hukum internasional yang kompleks dan signifikan. Tindakan tersebut akan diuji berdasarkan berbagai konvensi dan prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur kedaulatan negara, hak asasi manusia, dan penggunaan kekuatan. Pembahasan berikut akan menelaah beberapa aspek hukum internasional yang relevan dalam konteks ini.
Konvensi dan Hukum Internasional Terkait Aneksasi Wilayah
Hukum internasional melarang aneksasi wilayah yang dilakukan dengan paksa. Prinsip ini tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya Pasal 2(4) yang melarang penggunaan ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara mana pun. Selain itu, berbagai konvensi dan deklarasi internasional lainnya juga menegaskan pelarangan aneksasi paksa, termasuk Konvensi Jenewa IV tahun 1949 yang mengatur perlindungan warga sipil selama masa perang.
Aneksasi yang melanggar prinsip-prinsip ini dianggap sebagai tindakan ilegal di bawah hukum internasional.
Prinsip-prinsip Hukum Internasional yang Relevan dengan Situasi Jalur Gaza
Beberapa prinsip hukum internasional yang sangat relevan dalam konteks potensi aneksasi Jalur Gaza meliputi prinsip kedaulatan negara, larangan penggunaan kekerasan, perlindungan hak asasi manusia, dan prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri negara lain. Penerapan prinsip-prinsip ini akan menjadi kunci dalam menentukan legalitas atau ilegalitas setiap tindakan aneksasi yang dilakukan.
Penerapan Hukum Internasional pada Konteks Aneksasi Jalur Gaza
Penerapan hukum internasional pada kasus potensi aneksasi Jalur Gaza akan melibatkan penentuan apakah aneksasi tersebut dilakukan secara paksa, apakah melanggar hak asasi manusia penduduk Gaza, dan apakah tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan negara lain. Mahkamah Internasional dan badan-badan hukum internasional lainnya memiliki yurisdiksi untuk memeriksa dan memutuskan pelanggaran hukum internasional yang mungkin terjadi. Pertimbangan terhadap situasi di lapangan, termasuk kondisi politik dan keamanan, akan menjadi penting dalam analisis hukum internasional ini.
Contoh Kasus Hukum Internasional yang Relevan dengan Aneksasi Wilayah
Beberapa kasus hukum internasional yang relevan, meskipun mungkin tidak identik dengan situasi Jalur Gaza, dapat memberikan gambaran tentang bagaimana prinsip-prinsip hukum internasional diterapkan pada aneksasi wilayah. Sebagai contoh, kasus aneksasi Krimea oleh Rusia pada tahun 2014 telah banyak dikritik oleh komunitas internasional sebagai pelanggaran hukum internasional. Majelis Umum PBB telah mengadopsi resolusi yang menyatakan aneksasi tersebut tidak sah dan ilegal.
Kasus ini, dan kasus-kasus serupa lainnya, memberikan preseden yang dapat digunakan untuk menganalisis legalitas potensi aneksasi Jalur Gaza.
Prinsip-prinsip utama hukum internasional terkait aneksasi meliputi larangan penggunaan kekuatan, penghormatan terhadap kedaulatan negara, perlindungan hak asasi manusia, dan larangan aneksasi wilayah yang dilakukan dengan paksa. Setiap tindakan aneksasi harus diuji berdasarkan prinsip-prinsip ini untuk menentukan legalitasnya di bawah hukum internasional.
Dampak Potensial Aneksasi Jalur Gaza
Aneksasi Jalur Gaza oleh Israel merupakan skenario yang sarat dengan konsekuensi kompleks dan berjangkauan luas. Tindakan ini berpotensi menimbulkan dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, baik di tingkat lokal, regional, maupun internasional. Analisis mendalam diperlukan untuk memahami potensi dampak tersebut dan mempertimbangkan implikasinya bagi semua pihak yang terlibat.
Dampak Kemanusiaan terhadap Penduduk Sipil
Aneksasi Jalur Gaza berpotensi menimbulkan krisis kemanusiaan yang besar. Penduduk sipil, yang telah lama menderita akibat blokade dan konflik, akan menghadapi peningkatan risiko pelanggaran hak asasi manusia. Akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan air bersih dapat terhambat atau bahkan terputus. Pergeseran demografis dan potensi penggusuran paksa dapat menyebabkan peningkatan jumlah pengungsi dan menambah beban kemanusiaan yang sudah berat.
Ketegangan sosial dan kekerasan antar kelompok masyarakat juga dapat meningkat tajam. Contohnya, pengalaman penggusuran penduduk Palestina di wilayah pendudukan lainnya dapat menjadi gambaran potensi dampak aneksasi ini.
Dampak Ekonomi terhadap Palestina dan Israel
Dari perspektif ekonomi, aneksasi akan menciptakan ketidakstabilan yang signifikan. Ekonomi Palestina, yang sudah rapuh, akan mengalami guncangan hebat. Akses ke pasar internasional akan semakin terbatas, dan peluang investasi akan berkurang drastis. Di sisi lain, Israel mungkin menghadapi peningkatan biaya administrasi dan keamanan, serta potensi boikot ekonomi internasional. Contohnya, peluang kerjasama ekonomi regional yang dapat terganggu dan potensi kerugian ekonomi bagi Israel akibat sanksi internasional.
Kondisi ini dapat memperparah kesenjangan ekonomi antara Palestina dan Israel.
Dampak Politik terhadap Stabilitas Regional
Aneksasi Jalur Gaza berpotensi memicu eskalasi konflik dan ketidakstabilan regional. Reaksi dari negara-negara Arab dan organisasi internasional akan sangat berpengaruh terhadap situasi. Potensi peningkatan aksi terorisme dan kekerasan oleh kelompok-kelompok militan juga perlu dipertimbangkan. Ketegangan antara Israel dan negara-negara tetangganya dapat meningkat, berujung pada konflik berskala besar. Sebagai contoh, aneksasi wilayah Tepi Barat telah menimbulkan reaksi keras dari komunitas internasional dan memicu peningkatan ketegangan.
Tabel Perbandingan Dampak Positif dan Negatif Potensial Aneksasi Jalur Gaza
Sektor | Dampak Positif Potensial | Dampak Negatif Potensial |
---|---|---|
Kemanusiaan | Potensi peningkatan keamanan bagi sebagian penduduk (jika terjadi penurunan konflik) | Krisis kemanusiaan yang meluas, pelanggaran HAM, penggusuran paksa, akses layanan publik yang terbatas |
Ekonomi | Potensi integrasi ekonomi yang lebih baik (jika dikelola dengan baik) | Keruntuhan ekonomi Palestina, kerugian ekonomi bagi Israel, boikot internasional |
Politik | Potensi pengurangan konflik jangka panjang (jika berhasil diintegrasikan secara damai) | Eskalasi konflik, ketidakstabilan regional, reaksi internasional yang negatif |
Skenario Potensial dan Dampaknya terhadap Berbagai Kelompok Masyarakat
Jika aneksasi Jalur Gaza dilakukan, terdapat beberapa skenario potensial. Skenario pertama adalah integrasi paksa yang berujung pada krisis kemanusiaan besar-besaran, peningkatan kekerasan, dan reaksi internasional yang keras. Kelompok masyarakat Palestina akan mengalami pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis, sementara Israel akan menghadapi tekanan internasional dan potensi kerugian ekonomi. Skenario kedua adalah integrasi bertahap yang melibatkan kerjasama ekonomi dan politik.
Namun, skenario ini masih berisiko tinggi, karena membutuhkan negosiasi yang kompleks dan kesepakatan antara berbagai pihak yang berkepentingan. Keberhasilannya bergantung pada komitmen semua pihak untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan. Kegagalan dalam mencapai kesepakatan dapat berujung pada skenario pertama. Kelompok masyarakat yang rentan, seperti perempuan, anak-anak, dan lansia, akan paling terdampak dalam kedua skenario tersebut.
Posisi Negara-Negara dan Organisasi Internasional terhadap Aneksasi Jalur Gaza
Isu aneksasi Jalur Gaza merupakan permasalahan kompleks yang memicu beragam reaksi dari negara-negara dan organisasi internasional. Sikap mereka bervariasi, dipengaruhi oleh faktor politik, ekonomi, dan hubungan diplomatik dengan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Pemahaman terhadap posisi berbagai aktor internasional ini krusial untuk memahami dinamika politik dan upaya perdamaian di kawasan tersebut.
Berbagai negara memiliki pendekatan yang berbeda dalam merespon isu ini, beberapa secara terang-terangan menentang aneksasi, sementara yang lain lebih memilih sikap netral atau bahkan diam. Organisasi internasional, seperti PBB, memainkan peran penting dalam mengajukan resolusi dan menyerukan penghormatan terhadap hukum internasional. Namun, efektivitas tindakan tersebut seringkali terhambat oleh perbedaan kepentingan dan kekuatan politik negara-negara anggota.
Posisi Negara-Negara Terhadap Aneksasi Jalur Gaza
Sikap negara-negara terhadap aneksasi Jalur Gaza sangat beragam. Beberapa negara Arab dan negara-negara di kawasan secara tegas mengecam rencana tersebut, menganggapnya sebagai pelanggaran hukum internasional dan penghalang bagi proses perdamaian. Sebaliknya, beberapa negara lain, yang memiliki hubungan erat dengan Israel, mungkin lebih cenderung mengambil sikap yang lebih lunak atau bahkan mendukung, meskipun tidak secara terbuka. Banyak negara Barat juga mengecam rencana aneksasi, namun pendekatan mereka bervariasi dalam hal tekanan politik dan sanksi yang diterapkan.
- Negara-negara yang secara vokal menentang aneksasi: Beberapa negara Arab, Uni Eropa, dan beberapa negara anggota PBB.
- Negara-negara yang mengambil sikap netral: Beberapa negara memilih untuk tidak secara terbuka mendukung atau menentang aneksasi, menunggu perkembangan situasi lebih lanjut.
- Negara-negara dengan posisi yang kurang jelas: Posisi beberapa negara mungkin ambigu, tergantung pada konteks politik dan hubungan bilateral mereka.
Sikap PBB dan Organisasi Internasional Lainnya, Aneksasi jalur gaza
PBB dan organisasi internasional lainnya, seperti Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), secara konsisten mengecam setiap tindakan yang dapat memperburuk situasi di Jalur Gaza dan menghambat upaya perdamaian. PBB telah mengeluarkan berbagai resolusi yang menekankan pentingnya solusi dua negara berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina. Namun, penerapan resolusi-resolusi ini seringkali menghadapi tantangan politik dan praktis di lapangan.
Organisasi-organisasi internasional lainnya juga memainkan peran penting dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada penduduk Jalur Gaza dan mendorong dialog antara pihak-pihak yang berkonflik. Namun, efektivitas upaya mereka seringkali terbatas oleh kurangnya dukungan politik dan sumber daya yang memadai.
Tabel Posisi Negara dan Organisasi Internasional
Entitas | Posisi | Keterangan Tambahan | Sumber |
---|---|---|---|
Amerika Serikat | Beragam, tergantung pemerintahan | Terdapat perbedaan sikap antara pemerintahan yang berbeda. | [Sumber terpercaya] |
Uni Eropa | Menentang | Secara konsisten mengecam aneksasi dan mendukung solusi dua negara. | [Sumber terpercaya] |
PBB | Menentang | Melalui berbagai resolusi, PBB menekankan pentingnya hukum internasional. | [Sumber terpercaya] |
Liga Arab | Menentang | Mengecam aneksasi sebagai pelanggaran hukum internasional. | [Sumber terpercaya] |
Mesir | Menentang | Mesir memiliki peran penting dalam negosiasi perdamaian di kawasan. | [Sumber terpercaya] |
Konsensus Internasional Terhadap Aneksasi Wilayah
Aneksasi wilayah secara sepihak bertentangan dengan hukum internasional dan dapat memicu ketidakstabilan regional. Solusi damai dan adil hanya dapat dicapai melalui negosiasi dan penghormatan terhadap resolusi PBB yang relevan. Komitmen terhadap solusi dua negara tetap menjadi pilar utama dalam upaya perdamaian di Timur Tengah.
Alternatif Penyelesaian Konflik di Jalur Gaza
Aneksasi Jalur Gaza bukanlah satu-satunya solusi yang dapat dipertimbangkan untuk menyelesaikan konflik yang berkepanjangan di wilayah tersebut. Terdapat beberapa alternatif yang menawarkan pendekatan berbeda, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya sendiri. Penting untuk menganalisis setiap alternatif secara komprehensif untuk menentukan solusi yang paling berkelanjutan dan efektif.
Negosiasi Perdamaian yang Difasilitasi Internasional
Negosiasi perdamaian yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral, seperti PBB atau Uni Eropa, dapat menjadi jalan tengah untuk menyelesaikan konflik. Pihak ketiga ini dapat membantu memfasilitasi dialog, membangun kepercayaan, dan merumuskan kesepakatan yang diterima oleh semua pihak yang bertikai. Proses ini membutuhkan komitmen dari semua pihak yang terlibat dan kesediaan untuk berkompromi.
- Kelebihan: Menawarkan solusi damai dan berkelanjutan, mengurangi kekerasan, meningkatkan stabilitas regional.
- Kekurangan: Membutuhkan waktu yang lama, rentan terhadap kegagalan jika salah satu pihak tidak berkomitmen, sulit mencapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak.
Penerapan Gencatan Senjata yang Berkelanjutan
Gencatan senjata yang dipantau secara internasional dapat mengurangi kekerasan langsung dan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk negosiasi perdamaian. Namun, gencatan senjata semata-mata bukanlah solusi jangka panjang, karena tidak mengatasi akar penyebab konflik.
- Kelebihan: Mengurangi kekerasan langsung, memberikan ruang untuk dialog dan negosiasi.
- Kekurangan: Tidak mengatasi akar penyebab konflik, rentan terhadap pelanggaran, tidak menjamin perdamaian jangka panjang.
Pembentukan Otoritas Pemerintahan yang Inklusif di Gaza
Pembentukan pemerintahan yang inklusif dan representatif di Gaza dapat membantu mengurangi ketegangan dan meningkatkan stabilitas politik. Pemerintahan ini harus mewakili semua kelompok masyarakat dan berkomitmen untuk menegakkan hukum dan ketertiban.
- Kelebihan: Meningkatkan stabilitas politik, memberikan rasa keadilan dan representasi, meningkatkan kepercayaan masyarakat.
- Kekurangan: Sulit untuk mencapai konsensus mengenai pembentukan pemerintahan yang inklusif, rentan terhadap perpecahan internal dan konflik.
Peningkatan Bantuan Kemanusiaan dan Pembangunan Ekonomi
Peningkatan bantuan kemanusiaan dan investasi dalam pembangunan ekonomi dapat membantu memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat Gaza dan mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Hal ini dapat mengurangi ketegangan sosial dan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk perdamaian.
- Kelebihan: Meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat, mengurangi kemiskinan dan pengangguran, meningkatkan stabilitas sosial.
- Kekurangan: Tidak mengatasi akar penyebab konflik, efektifitasnya bergantung pada distribusi bantuan yang adil dan transparan.
Perbandingan Alternatif Penyelesaian Konflik
Alternatif | Kelebihan | Kekurangan | Kemungkinan Keberhasilan |
---|---|---|---|
Negosiasi Perdamaian | Solusi damai, berkelanjutan | Membutuhkan waktu lama, rentan kegagalan | Sedang |
Gencatan Senjata | Mengurangi kekerasan | Tidak mengatasi akar masalah | Rendah |
Pemerintahan Inklusif | Stabilitas politik, keadilan | Sulit mencapai konsensus | Sedang |
Bantuan Kemanusiaan & Pembangunan | Meningkatkan kondisi hidup | Tidak mengatasi akar masalah | Rendah |
Langkah Menuju Solusi Perdamaian yang Komprehensif
Solusi perdamaian yang komprehensif di Jalur Gaza membutuhkan pendekatan multi-faceted yang mencakup negosiasi perdamaian yang difasilitasi secara internasional, penerapan gencatan senjata yang berkelanjutan, pembentukan pemerintahan yang inklusif, dan peningkatan bantuan kemanusiaan dan pembangunan ekonomi. Langkah-langkah konkret meliputi:
- Membangun kepercayaan antara semua pihak yang bertikai melalui dialog dan kerja sama.
- Memfasilitasi negosiasi perdamaian yang inklusif dan adil.
- Menciptakan mekanisme pengawasan internasional untuk memastikan kepatuhan terhadap gencatan senjata.
- Mendorong investasi dalam pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
- Memberikan bantuan kemanusiaan yang memadai dan transparan.
- Menerapkan reformasi hukum dan kelembagaan untuk memastikan keadilan dan akuntabilitas.
Ulasan Penutup
Kesimpulannya, isu aneksasi Jalur Gaza tidak hanya menyangkut perebutan wilayah, tetapi juga menyangkut nasib jutaan manusia dan stabilitas regional. Mencari solusi damai dan adil yang mengakomodasi aspirasi semua pihak merupakan tantangan besar, tetapi tetap menjadi prioritas utama. Perlu komitmen bersama dari semua aktor yang terlibat untuk menghindari eskalasi konflik dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi penduduk Jalur Gaza.